“Kak, kalau sudah
kerja nanti jangan kayak petugas-petugas kesehatan yang ada dipuskes ya. Yang ngobatin
pasiennya sambil main handphone. Yang ngasih resep obat bahkan tanpa memeriksa
pasien.”
Mendengarnya dari
adik saya hati saya lansung terenyuh. Itu adalah ungkapan jujur dari para
pasien yang merasa termarjinalkan oleh golongan tertentu. Dan saya yakin suara
adik saya adalah suara mayoritas.
Sejak itu saya
memastikan diri saya melayani pasien dengan baik. Dengan hati. Saya pikir saya berhasil. Pasien
di tempat saya bekerja dahulu tidak pernah complain atas pekerjaan saya. Justru
saya pikir saya punya bakat berhadapan dengan pasien nenek-nenek, karena banyak
sekali nenek-nenek yang menyukai saya.
Untuk itu saya
menulis ini. Guru ngaji saya bilang bahwa jika kita bernazar itu harus ada
saksi. Saya tidak ingin bernazar sih. Tapi saya ingin berjanji kepada diri saya
sendiri. Dan saya pikir saya perlu dokumentasi untuk mengingatkan saya jika
suatu hari saya lupa.
Saya akan tetap
jadi baik dan terus jadi lebih baik.
Di tempat kerja
yang baru pasien saya akan sangat berbeda. Jika di rumah sakit yang lama pasien
saya adalah masyarakat menengah ke atas, pemilik perusahaan, pengusaha, pejabat
daerah maka di tempat yang baru saya yakin pasien saya adalah masyarakat
menengah ke bawah. Akan banyak pasien dengan jamkesmas.
Tidak sulit
melayani dengan baik pasien menengah ke atas. Tapi dengan pasien dengan keadaan
ekonomi yang sulit saya tahu saya pasti akan tergoda untuk bersikap tak acuh
seperti orang-orang pada umumnya. Tapi, saya akan memastikan hal itu tidak akan
terjadi. Saya akan berusaha. Saya tidak mau jadi salah satu dari mereka. Saya harus
tetap baik. Saya mau tetap baik. Dan saya harus jadi lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar