Senin, 20 Februari 2012

dia suka padaku



Aku tau Kyu suka padaku sejak pertama kali kami bertemu. Dia selalu mencoba menarik perhatianku. Aku bahkan pernah mendengar ibunya berkata sambil tersenyum,"Ah Kyu,kamu menel bgt si sama tante itu."


Kyu (bukan nama sebenarnya) baru 1 tahun, menderita kelainan darah sejak lahir. Kyu rutin ke rumah sakit untuk tranfusi darah.


Aku tak pernah lagi bertemu dengannya selama beberapa bulan ini, tapi aku tau dia rutin tranfusi dari teman2ku.


Kemarin aku bertemu dengannya, sebelum pulang aku menyempatkan diri ke kamarnya dirawat dan dia masih ingat aku.


Kyu tersenyum kepada dan berkata,"Eh.." yang kemudian diterjemahkan oleh ibunya,"Halo tante..."
Aku tersenyum,"Halo Kyuu.."
Kyu berkata kembali,"Neh.." sambil menunjukkan tangannya yang terdapat selang2 tranfusi.
" Oh,lagi tranfusi ya sayang? Sakit gak?"
" Gak." jawabnya sambil menggeleng. Kyu terlihat bangga.


Ah,Kyu..
Sepanjang perjalanan pulang, hatiku dipenuhi rasa haru.
Kyu, anak sekecil itu begitu tegarnya.
Kyu tidak mengeluh. Kyu tidak pernah menangis.
Kyu dengan cobaan yang begitu berat.
Kyu menikmati hidupnya, tak peduli vonis dokter atas umurnya.


Aku begitu malu dengan diriku sendiri. Betapa seringnya aku mengeluh.

Bukankah aku seharusnya bersyukur atas hidup ini.
Bukankah sudah diizinkah hidup saja oleh Tuhan adalah anugerah yang terlalu besar.
Ditambah lagi, yang aku punya utuh.
Keluarga, sahabat, pekerjaan.

Kyu, menjadi sebuah inspirasi, bahwa seharusnya kita bersyukur atas keutuhan yang kita punya, meski tidak sempurna.
Kyu mengajarkan kepadaku bahwa hidup adalah anugerah Tuhan yang harus disyukuri.

Minggu, 12 Februari 2012

Fashion is.. ( according to me )



Bukannya antipati sama yang namanya fashion. Saya suka lho liat fashion terbaru dan unik di majalah majalah mode atau gaya berpakain para socialite kaya artis lokal atau dunia. Tapi sayangnya,hal kayagitu jadi gak keren dan unik kalau hampir semua orang di jalan, di mall, pake gaya yang sama..

Meskipun saya suka liat2 fashion,bukan berarti saya suka ber-fashion-nista.. :D
Saya sendiri lebih suka pake sesuatu yang nyaman dipake..
Gak branded gapapa yang penting comfort..
Malah saya cenderung cuek sama penampilan..
Saya lebih suka pake baju kaos dan rok..
Jins gak masuk dalam hitungan wajib saya,soalnya saya gak nyaman kalo kaki saya diliatin pria2..

Saya sendiri gak pernah menilai orang lain dengan apa yang dia pake..
Se-branded apapun yang dia pake mau Gucci atau apapun,kalau ternyata dia gak berwawasan sama sekali,dia gak akan keliatan keren..
*walaupun saya juga gak berwawasan amat si..

Nah,ketidakpedulian saya dengan fashion ini sepertinya menjadi ancaman buat mama dan adik perempuan saya (ancaman bakal membuat malu nama keluarga :D )
Jadi mama saya yang membelikan kebutuhan yang berhubungan dgn penampilan. Kayak sepatu kerja, sebenernya saya masih betah pake sepatu karet saya yg lama (walaupun udah jelek) tapi mama saya dgn baik hati membelikan sepatu 'cute' yang kemudian menjadi bahan pujian di tempat kerja saya..
Atau ketika saya ada pesta,mama&adik perempuan saya sibuk bgt lho nyiapin baju buat saya,padahal saya niatnya pake kaos doang.. :D

kemaren mama saya membelikan tas prada yg harganya bisa buat beli 10 novel bagus..
Padahal tas saya masih bisa dipake walaupun agak rusak ritsletingnya.. :D
Karena harganya mahal,saya malah gak berani make.. :(
sampe saya tanya,"Mah,ini buat kerja?"
Soalnya saya kan pake tas bukan buat prestise,tapi beneran buat bawa barang2..
Bawa buku2 untuk dibaca di waktu senggang, bawa bekal, bawa tupperware minum, bawa alat2 mandi buat jaga malem ( pantes tas lama saya rusak ritsletingnya,bawaan saya banyak!! )
sampe sekarang,saya masih gak tega buat pake tas itu.. :(
Tapi makasih banyak ya mama buat tas baru nyaaa..
Semoga tas itu bisa bertahan lama ditangan sayaa..

Kamis, 09 Februari 2012

Dataran Tortilla




Judul buku : Dataran Tortilla
Judul asli : Tortilla Flat (1935)
Penulis : John Steinbeck
Penerjemah: Djokolelono
Penerbit: Pustaka Jaya (Cetakan kedua, Februari 2009)
Tebal: 265 halaman


Buku ini bercerita tentang persahabatan Danny dan teman-temannya yang tinggal di Tortila Flat ( dataran Tortila ), sebuah daerah nelayan miskin di kota Monterey Kalifornia, yang mayoritas penduduknya adalah kaum paisanos. Paisanos adalah rakyat jelata yang berdarah campuran Spanyol, Indian, Meksiko, dan Kaukasia. Danny seorang petualang yang disukai semua penduduk dataran Tortila meskipun ia tidak memiliki keistimewaan khusus. Danny lebih suka tinggal di hutan dan bekerja keras di peternakan meskipun kakeknya adalah orang penting di Tortila yang memiliki dua buah rumah.



Persahabatan Danny, Pilon, Joe Portugis, Jesus Maria, Pablo, dan Bajak Laut dimulai ketika Viejo ( kakek ) Danny meninggal dunia dan mewariskan rumahnya kepada Danny. Danny lalu dengan kemurahan hatinya ‘menyewakan’ tanpa meminta uang sewa kepada teman-temannya. Bahkan ketika teman-temannya secara tidak sengaja membakar rumahnya, alih-alih meminta ganti rugi Danny justru mengajak teman-temannya untuk tinggal bersamanya.



Mereka hidup bersenang-senang, melakukan pencurian, menolong orang lain dan begitu seterusnya. Siklus hidup yang monoton membuat Danny bosan dan kabur dari rumahnya sendiri dan mulai mengganggu masyarakat. Sahabat-sahabatnya yang merasa kehilangan dengan susah payah membujuknya untuk kembali hingga sebuah tragedi membuat Danny menemui ajalnya. Kematian Danny membuat persahabatan mereka hancur, dan mereka memilih jalan hidup masing-masing.



Secara umum kisah ini menawarkan ide cerita yang sangat menarik, tentang persahabatan yang dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Jika selama ini kita disuguhkan tentang persahabatan orang-orang baik, buku ini sebaliknya, dengan berbeda menceritakan tentang persahabatan rakyat jelata, petualang miskin dan pemabuk liar yang tetap dapat bersenang-senang dengan segala keterbatasan mereka. Konflik-konflik yang diberikan juga cukup menarik, seperti bagaimana mereka berkelahi berebut sebotol anggur atau bagaimana mereka melakukan kejahatan untuk menolong orang lain membuat kita diberi gambaran persahabatan dari sudut pandang yang tidak umum.


Plot dalam cerita ini terlalu datar. Dengan alur maju, konflik yang disajikan dalam buku ini terlalu kering. Pembaca akan menemukan bahwa dalam ¾ bagian buku ini tidak ada konflik yang berarti. Konflik hanya berkutat tentang bagaimana mereka mencari uang untuk mencoba membayar uang sewa kepada Danny lalu diteruskan dengan konflik internal dalam diri mereka sendiri yang ingin memberikan Danny uang sewa atau membeli anggur, yang dengan sangat mudah ditebak konflik itu dimenangkan oleh keinginan pribadi untuk membeli anggur. Hanya pada bab-bab terakhir konflik mencapai klimaks. Namun sayangnya penulis terlalu cepat menyelesaikan masalah klimaks tersebut sehingga pembaca tidak merasakan klimaksnya dengan baik.


Penokohan secara implisit membuat pembaca kebingungan dengan sifat setiap tokoh pada awal-awal cerita. Ditambah lagi dengan banyaknya tokoh yang memiliki peran penting. Penulis juga terkadang dengan tiba-tiba mengganti nama tokoh-tokoh dengan julukan seperti Joe Portugis yang kemudian dipanggil dengan sebutan “Big Joe”. Hal ini membuat pembaca harus sedikit lebih teliti mengingat para tokoh dan sifatnya.


Dalam beberapa percakapan penulis memasukkan bahasa daerah setempat ( yang sepertinya Bahasa Spanyol ). Seperti pada halaman 13, - Danny menjerit,”Pon un condo a la cabeza.”- . Namun sangat disayangkan penulis ( atau mungkin seharusnya penerjemah ) tidak memberi tambahan arti pada kalimat-kalimat tersebut.


Kekuatan yang menonjol dalam buku ini adalah penggambaran latar belakang tempat Dataran Tortila dengan sangat baik. Tidak hanya detail indah pemandangan bukit-bukit di Monterey disampaikan dengan baik, tapi juga deskripsi kumuhnya daerah miskin Tortilla.


Penulis memasukkan unsur-unsur freesex khas liarnya kehidupan jalanan dengan sangat sopan, sehingga pembaca tidak akan merasa terlalu vulgar pada bagian cerita tersebut.


Amanat yang disampaikan dalam cerita ini sangatlah halus. Tokoh utama dan sahabat-sahabatnya adalah seorang humanis sejati. Mereka melakukan apa saja untuk membantu orang lain. Beberapa bagian sangat menyentuh seperti ketika mereka mencuri di rumah penduduk untuk menolong Teresina, seorang perempuan tanpa suami, dengan sembilan bayi. Atau ketika mereka membantu Bajak Laut mengumpulkan uang untuk membayar nazarnya ke gereja.


Dengan penyampaian khas sebuah legenda buku ini cukup layak dibaca. Alur cerita yang mengalir dan kritik sosial yang disampaikan penulis sangat tepat bagi para pembaca yang berjiwa petualang dan humanis.


P.S : Buku ini kabarnya buku favorit Ahmad Tohari ( FYI : sastrawan Indonesia )jadi saya minta maaf banget sama pendukung militan beliau kalau ada yang tidak berkenan. Review ini sangat subjektif sekali meskipun saya berusaha seobjektif mungkin. :)

A big thanks to mbak oky atas bukunya. :)
 
Blog Design By Use Your Imagination Designs With Pictures from Pinkparis1233
Use Your Imagination Designs